tugas softskill kepariwisataan 1
Nama :
sintia laras ayu
Kelas :
1sa07
Npm :
1a614303
Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan
bagian dari 'samida' (hutan buatan atau taman buatan) yang paling tidak telah
ada pada pemerintahan Sri
Baduga Maharaja(Prabu Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Sunda, sebagaimana tertulis
dalam prasasti
Batutulis. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan
sebagai tempat memelihara benih benih kayu yang langka. Di samping samida itu
dibuat pula samida yang serupa di perbatasan Cianjur dengan Bogor (Hutan Ciung
Wanara). Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk dari Kesultanan
Banten, hingga Gubernur Jenderal van der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu sudutnya pada pertengahan abad
ke-18.
Pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas
Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman
Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun Kew
Garden di London, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman
bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya
sekarang.
Pada tahun 1814 Olivia Raffles (istri dari
Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles) meninggal dunia
karena sakit dan dimakamkan diBatavia.
Sebagai pengabadian, monumen untuknya didirikan di Kebun Raya Bogor.
Ide pendirian Kebun
Raya bermula dari seorang ahli biologi yaitu Abner yang menulis surat kepada
Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen.
Dalam surat itu terungkap keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan
dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, tempat pendidikan guru, dan koleksi
tumbuhan bagi pengembangan kebun-kebun yang lain.
Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt adalah seseorang berkebangsaan Jerman yang berpindah ke Belanda dan
menjadi ilmuwan botani dan kimia. Ia lalu diangkat menjadi menteri bidang
pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa dan sekitarnya. Ia tertarik
menyelidiki berbagai tanaman yang digunakan untuk pengobatan. Ia memutuskan
untuk mengumpulkan semua tanaman ini di sebuah kebun botani di Kota Bogor,
yang saat itu disebut Buitenzorg (dari bahasa
Belanda yang
berarti "tidak perlu khawatir"). Reinwardt juga menjadi perintis di
bidang pembuatan herbarium. Ia kemudian dikenal sebagai seorang pendiri Herbarium Bogoriense.
ada
tahun 1822 Reinwardt
kembali ke Belanda dan digantikan oleh Dr. Carl Ludwig Blume yang
melakukan inventarisasi tanaman koleksi yang tumbuh di kebun. Ia juga menyusun
katalog kebun yang pertama berhasil dicatat sebanyak 912 jenis (spesies) tanaman.
Pelaksanaan pembangunan kebun ini pernah terhenti karena kekurangan dana tetapi
kemudian dirintis lagi oleh Johannes Elias Teysmann (1831),
seorang ahli kebun istana Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Dengan dibantu oleh Justus Karl Hasskarl, ia melakukan pengaturan penanaman tanaman koleksi
dengan mengelompokkan menurut suku (familia).
Teysmann
kemudian digantikan oleh Dr. Rudolph
Herman Christiaan Carel Scheffer pada tahun 1867 menjadi
direktur, dan dilanjutkan kemudian oleh Prof. Dr. Melchior Treub.
Pendirian
Kebun Raya Bogor bisa dikatakan mengawali perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dari sini
lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium
Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium
Treub (1884), dan Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).
Pada tanggal 30 Mei 1868 Kebun
Raya Bogor secara resmi terpisah pengurusannya dengan halaman Istana Bogor.
Pada mulanya
kebun ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan
yang akan diperkenalkan ke Hindia-Belanda (kini Indonesia). Namun
pada perkembangannya juga digunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan pada zaman
itu (1880 - 1905).
Kebun Raya
Bogor selalu mengalami perkembangan yang berarti di bawah kepemimpinan Dr. Carl Ludwig Blume (1822),
JE. Teijsmann dan Dr. Hasskarl (zaman
Gubernur Jenderal Van den Bosch), J. E. Teijsmann dan Simon
Binnendijk, Dr. R.H.C.C. Scheffer (1867), Prof. Dr. Melchior Treub (1881),
Dr. Jacob
Christiaan Koningsberger (1904), Van den
Hornett (1904), dan Prof. Ir. Koestono
Setijowirjo (1949), yang merupakan orang Indonesia pertama yang
menjabat suatu pimpin lembaga penelitian yang bertaraf internasional.
Komentar
Posting Komentar